oleh

Muhasabah di Hari yang Fitri : Politik Uang Melanggar Makna Taqwa

Oleh : Ketua PWNU Kalsel Nasrullah

BANJARMASIN, Kalimantanlive.com – Setelah satu bulan penuh kita menjalankan Ibadah Puasa, tibalah saatnya kita merayakan hari kemenangan hari yang Fitri, hari yg suci.

Orang orang yang menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan iman dan hanya hanya mengharap Ridha Allah SWT,maka semua dosa dosanya diampuni oleh Allah, waladat hu ummuhu seperti bayi yang baru lahir.

Bulan Syawal identik dengan Idul Fitri, lebaran maupun halal bi halal. Di balik gemerlapan dan gegap gempita takbir, tahmid dan tahlil Idul Fitri, setelah membaca kitab klasik atau kalau bahasa pondokan alias bahasa santrinya kitab kuning setidaknya ada tiga hikmah atau poin penting :

  1. Rasa penuh harap Kepada Allah SWT. Harapan diampuni semua dosa dosa dan kesalahan yang telah lalu, mengharapkan janji Allah SWT akan ampunan sebagai buah dari kerja keras dengan sebulan lamanya menahan hawa nafsu dengan berpuasa

  2. Mengevaluasi diri terhadap ibadah puasa yang telah kita kerjakan. Apakah puasa yang kita lakukan sarat dengan makna,atau puasa hanya menahan lapar dan dahaga.

Di siang hari bulan ramadhan kita berpuasa, tapi hati kita, lidah kita tidak bisa ditahan dari perbuatan atau perkataan kita menyakiti orang lain, tapi yang sangat parah lagi penyakit hati yang cenderung merasa lebih mulia, merasa lebih senior, merasa dilahirkan dari Zuriat yg mulia atau makan yang mulia sehingga buta untuk melihat kebenaran

  1. Memperkuat benteng pertahanan nilai nilai fitrah yg baru saja diraih, tidak kehilangan etos juang dalam beribadah karena telah berlalu bulan Ramadan, karena predikat taqwa sebuah keniscayaan yang berkelanjutan hingga akhir hayat sebagai makna taqwa itu sendiri.

Kalau dalam konteks meraih kekuasaan tidak money politic (politik uang), tidak kampanye hitam, tidak curang karena kedua perilaku ini sama sekali melanggar makna taqwa dan jangan mimpi akan meraih derajat Muttaqin.

Allah SWT berfirman : Hai orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar benar taqwa kepadaNYA dan jangan sekali sekali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS.Ali Imran).

Terkadang nilai keimanan, ketaqwaan dan keislaman kita terpusat dalam Bulan Ramadan saja, Pemenjaraan hawa nafsu seolah hanya pada Ramadhan saja, selebihnya pada sebelas bulan lainnya hanya rutinitas belaka, sehingga nilai nilai Ramadhan dengan segala kelebihan tak bisa terejawantahkan sama sekali sebagai tarbiyah lahir maupun batin untuk selamanya.

Inilah evaluasi penting kelemahan atau kesalahan kita dalam memahami Ramadhan atau ajaran Islam secara totalitas sistemik.

Ramadhan dipahami sebagai bulan Ibadah, tapi kemudian tanpa meninggalkan bekas atau perubahan pada perputaran waktu selanjutnya. Inilah fakta yang ada pada kita yang perlu kita luruskan dan perlu kita reformasi total.

Idul Fitri yg tambah parah lagi dipahami sebagai berbaju baru, baju baru bagus, atau makan ketupat, tradisi konsumtif, pameran materi dan kemegahan dunia.

Karena pemahaman yang demikian hanya menonjolkan unsur lahiriyah yang kasat mata tanpa peresapan lebih jauh secara ruhaniyah atau bathiniyah yang pada gilirannya akan mempertajam kesenjangan sosial antara yang kaya danĀ  kurang mampu.

Dan sangat bertentangan dengan hakekat Idul Fitri, yaitu menciptakan solidaritas dan semangat kebersamaan serta cinta kasih dalam bingkai Taqwa.

Harus kita sadari bahwa untuk mewujudkan predekat la’allakum tattaqun, tidak dapat hanya dengan menjalankan aktifitas ibadah di Bulan Ramadhan saja. Tetapi sebaliknya esensinya ada pada bulan bulan selanjutnya, karena bulan Ramadhan hanya ajang riadhoh, ajang penggemblengan dan pengkaderan Mapaba atau MKNU.

Secara rasional orang yang selesai pelatihan dapat meningkatkan atau minimal menerapkan keilmuan sesuai dengan bagian atau bidang masing masing secara militan.

Kalau yang terjadi sebaliknya,dalam konteks transformasi spritual berarti telah gagal menjalani pelatihan, pengkaderan dan derajat taqwanya jauh panggang dari pada api. Karena derajat agung ini hanya dapat diraih dengan kesungguhan, prestasi dan aktifitas ibadah secara kontinyu dan terus menerus kepada Allah kita mohon rahmatnya dan kepada Rasul kita mohon syafaatnya.

Allah Akbar Allah Akbar Allah Akbar Walillahilhamd.

Editor : Elpianur Achmad

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *