JAKARTA, KALIMANTANLIVE.COM – Kasus baru gangguan ginjal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) kembali ditemukan usai nihil laporan baru sejak awal Desember 2022.
Kementerian Kesehatan RI merilis edaran baru terkait kewaspadaan gagal ginjal akut yang dikaitkan dengan cemaran etilen glikol dan dietilen glikol di luar ambang batas aman pada obat sirup.
# Baca Juga :BREAKING NEWS – Buruh Bakal Geruduk Kemenkes, Desak Tim Pencari Fakta Usut Kasus Gagal Ginjal Akut
# Baca Juga :Muhadjir Effendy Sebut Ada Potensi Pidana Kasus Gagal Ginjal Akut, Minta Kapolri Mengusut
# Baca Juga :BREAKING NEWS – Polri Tetapkan 3 Produsen Obat dan 1 Supplier Tersangka Kasus Ginjal Akut
# Baca Juga :Semua Kades di Kecamatan Simpang Empat Tanah Bumbu Siap Mundur, Jika Gagal Laksanakan Program 1D1M
“Terdapatnya obat yang masih belum dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tetapi masih digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan, penyelenggara sistem elektronik farmasi (PSEF) dan toko obat,” demikian keterangan resmi Kemenkes RI dalam surat edaran yang diteken Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dr Azhar Jaya, Jumat (17/2/2023).
Saat ini Kemenkes menginstruksikan dinas kesehatan (dinkes) di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota melakukan pemantauan aktif dan melakukan penarikan sediaan obat sirup yang tidak aman.
Instruksi ini tertuang dalam surat edaran (SE) Nomor YR.03.03/D/0786/2023 tentang Tindakan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Surat ini dirilis untuk menindaklanjuti adanya laporan kasus baru gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) pada anak, setelah tidak adanya kasus baru sejak awal Desember tahun lalu.
Lalu, hingga saat ini, masih ada obat yang belum dinyatakan aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tetapi masih digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan, Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF), dan toko obat.
“Harus melakukan pemantauan aktif terhadap penggunaan obat sediaan sirup, penyelidikan epidemiologi mendalam terhadap kasus dan pengawasan, pelaporan, serta rujukan kasus dengan kecurigaan GGAPA di masyarakat agar langsung dibawa pasien tersebut ke rumah sakit rujukan GGAPA,” tulis salinan SE yang diterima Kompas.com, Senin (20/2/2023).
Sementara itu, obat yang ditarik adalah obat yang dicabut nomor izin edarnya oleh BPOM dan obat yang ditarik pada bets tertentu dari fasilitas layanan kesehatan, PSEF, dan toko obat.
Kemudian, Kemenkes menginstruksikan untuk melakukan pemusnahan maupun penarikan berdasar pada koordinasi oleh industri farmasi.
“Melakukan karantina (tidak mendistribusikan dan tidak menggunakan) dengan memisahkan dan memberi tanda untuk obat yang belum dinyatakan aman, terhadap semua obat baik yang ditarik dari fasyankes, PSEF, dan toko obat,” isi SE tersebut.
Selain itu, Kemenkes menginstruksikan agar semua fasyankes di wilayah kerja selalu menanyakan gejala utama gagal ginjal akut, yakni tidak kencing sama sekali atau air seni sedikit (anuria/oliguria).
Tak cuma itu, fasyankes harus bertanya terkait riwayat konsumsi obat cair terhadap semua kasus yang bergejala.
“Jika ada laporan terkait riwayat tersebut, maka harus segera dilakukan pengambilan sediaan obat, plasma darah pasien,” tulis SE tersebut.
Sebagai informasi, kasus gagal ginjal kembali mencuat pada Januari 2023 setelah kasus baru pertama kali dilaporkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Satu dari dua kasus ini diderita oleh anak berusia 1 tahun, dengan gejala tidak bisa kencing dan akhirnya meninggal dunia.
Sementara satu kasus lain yang awalnya merupakan kasus suspek, dinyatakan negatif gagal ginjal akut.
Terbaru, ditemukan kasus baru diduga gagal ginjal akut di Cirebon dan Ambon. Kasus ini masih suspek, dan hasil pemeriksaan kemungkinan baru keluar pada Senin (20/2/2023) sore.
Editor : NMD
Sumber : Kalimantanlive.com/berbagai sumber